Kamis, 01 Desember 2011

Hilangnya Mata Pencaharian Akibat Pertambangan




Sumber mata pencaharian terbesar penduduk Indonesia adalah pertanian. Tapi apa jadinya bila sumber penghidupan mereka itu didapati sebagai daerah timbunan tambang seperti mineral atau batubara. Apa lagi bila investornya pihak asing yang tidak mengerti bagaimana budaya masyarakat setempat. Meski dalam kenyataannya adalah pemerintah terkait sebagai perwakilan rakyatlah yang melancarkan jalannya usaha “perampasan” mata pencaharian masyarakat oleh asing tersebut.
Hal ini memang tidak dapat dihindari mengingat jargon-jargon korup masih beranak-pinak di birokrasi Indonesia. Alhasil rakyatlah pengalihannya.
Bila pemerintah menyatakan bahwa syarat 60% (enam puluh persen) tenaga kerja pada usaha pertambangan haruslah penduduk lokal daerah sekitar tambang seperti yang diterapkan ketua Komisi A DPRD Barito Utara. Namun di lapangan hal itu di anggap angin lalu. Alasan paling klasik adalah bahwa bekal pendidikan penduduk lokal tidak terakomodasi oleh perusahaan. Perlu diketahui bahwa Indonesia turun dari peringkat 65 ke peringkat 69 dari 127 negara yang disurvei berdasarkan data Education for All (EFA) Global Monitroring Report  2011 yang dikeluarkan UNESCO.
Disisi lain sebenarnya hilangnya mata pencaharian penduduk akibat tambang ini juga menimbulkan terbukanya lapangan kerja baru namun diluar dari konteks usaha tambang itu sendiri. Lahirnya kompleks-kompleks pelacuran misalnya. Di Kecamatan Melak, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, ditemukan empat kompleks pelacuran  di sekitar lokasi operasional dua perusahaan pertambangan batu bara perusahaan multinasional (MNC). Ironis memang dan bukan menyelesaian dari masalah lapangan kerja kita.
Sesuai dengan Undang- undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 65 ayat 2 mengenai persyaratan administrasi, teknis, lingkungan dan finansial diatur dengan peraturan pemerintah harusnya pemerintah sebagai bagian dari rakyat dapat bijak dalam memutuskan. Toh sektor pertanian menyerap 33% tenaga kerja. Lebih beas dibandingkan sektor pertambangan yang hanya menyerap 6% tenaga kerja. Meski sumbangan pertambangan untuk perekonomian jauh lebih besar. Pertambangan berkontribusi kurang lebih 45% pada produk domestik regional bruto (PDRB). Adapun sektor pertanian cuma berkontribusi 6% bagi PDRB. Tapi bukannya lebih baik memajukan pertanian yang jelas-jelas merata dan hasilnya terang diperoleh oleh petani. Lain halnya dengan meningkatkan perekonomian yang uangnya lari ke pusat dan berbagilah para elit politik itu. 

0 komentar:

Posting Komentar