Minggu, 11 Desember 2011

Sisi Musi

Foto: Jembatan Ampera, Palembang

Sungai Musi tidak seburuk yang saya bayangkan setahun yang lalu memang. Hingga sekarang sepertinya akan jadi agenda tahunan LPM MS sebagai pengganti Makrab -Malam Akrab istilahnya anak organisasi, yang nggak punya organisasi, bengong!-. Tidak buruk mengarungi sungai lebar yang sedang musim pasangnya itu dengan kapal bermesin bising dan penuh oleh para calon sarjana hukum, Amin.
Tapi selain harga kapal yang naik dua kali lipat dari tahun lalu, mungkin efek SEA GAMES 2011, dan exhibitoin yang merakyat di pinggiran Benteng Kuto Besak tidak ada perubahan signifikan. Air sungainya tetap saja cokelat pekat, nggak penting. Serius, kapal-kapal tengker raksasa tetap meramaikan sungai ini. Surprice-nya, malah bertambah banyak dan sepertinya makin serius dikembangkan. Yang lain, kapal-kapal yang merangkap rumah tidak jauh beda dengan tahun kemarin. Tapi malah jadi pemanis sungai pekat ini. Belum lagi warung terapungnya yang pasti tidak lepas dari makanan yang namanya Pempek. Juga kios minyak berdinding kayu yang dikelilingi ban hitam dan bergoyang-goyang.
Oke, saya tidak akan cari-cari alasan negatif lagi untuk wisata yang satu ini. Untuk masyarakat Palembang sendiri, malu dong tinggal di Palembang tapi tidak pernah mengarungi sungai kotanya sendiri. Sementara untuk yang diluar Palembang, tidak salah jika mencoba membiarkan perahu mengayunkan tubuhmu. Pinggiran Musi tidak seburuk yang dibayangkan kok.Mulai dari perkembangan industri-nya yang mencoba mendunia meski belum tentu merakyat. Budaya menetap di airnya yang hebat, karena saya tidak berani membayangkan tinggal menetap diatas ombak Musi yang belakangan cukup kuat. Di perahu tiga puluh menit saja sudah buat mual. Belum lagi keberagaman agamanya yang dengan apik menyatu di pinggiran sungai. Rumah adat Palembang yang penuh dengan ukiran kuning terang dan cokelat gelap, masjid Al-Ghazali yang bersebelahan dengan pusat agama Budha bersama vihara-nya. Semuanya bersatu tanpa bentrok yang berarti.

Foto: Pulau Kemarau dari kejahuan

Jangan lupa juga mampir ke Pulau Kemarau yang punya legenda romantis tentang pemuda Cina yang ingin menikahi gadis Palembang dan harus mati di Musi menyelamatkan mas kawinnya disusul si gadis yang tidak rela calon suaminya mati sendiri. Tragis.
Tambahannya adalah ke masjid Agung yang megah dan tidak luput dari ukiran kuning terang khas Palembang-nya.

0 komentar:

Posting Komentar