Sabokingking, nama asing bagi saya ketika pertama kali di ajak salah satu teman untuk ikut penyuluhan hukum, kegiatan fakultas, di sana. Pikir saya, sejenis tempat latihan tinju atau sumo. Bahkan sempat terbesit itu tempat prostitusi. Perkiraan awal saya saat masih di dalam mobil yang penuh kotak snack dan dengan kepala yang tersangkut tiang layar manual proyektor yang kami bawa, Sabokingking ada di pedalaman. Melewati bukit, masuk ke desa-desa, menyeberangi jembatan, melintasi barisan pohon-pohon teratur dan memakan waktu lama untuk sampai. Tapi ternyata, dari daerah IBA di Jalan Mayor Ruslan tempat kami berkumpul lebih kurang setengah jam. Tepatnya di Jalan Sabokingking, kelurahan Sungai Buah kecamatan Ilir Timur II.
Dari spanduk di dalam mobil yang saya baca,
Sabokingking adalah situs bersejarah. Namun herannya tidak tampak seperti
demikian. Letaknya yang masuk melalui lorong sempit dan dekat dengan rawa serta
kolam juga ditengah permukiman warga, makam itu tampak tidak beda jauh dengan
masjid yang ada di depannya. Warna bangunannya hijau, sepertinya baru dicat
ketika kami datang, tempatnya bersih dan asri dengan pohon-pohon rindang dan
kolam luas di sekelilingnya. Untuk berjalan menuju bangunan pun kita melewati
jalan setapak di antara genangan air kolam.
Begitu menapakkan kaki di teras depannya
saya dan peserta lainnya heran. Di benak kami bertanya-tanya, dimana letak
makamnya. Mungkin di belakang bangunan ini, batin saya. Kenapa tidak, dari
terasnya saja sudah cantik dengan keramik putih. Belum tampak kesan mistis dari
sebuah makam lama.
Kami disambut oleh dua orang pengelola
makam dengan ramah, seorangnya sibuk membentangkan beberapa tikar dan
seorangnya lagi masuk ke ruangan lain sehabis menyapa. Tapi belum sempat duduk
saya sudah diajak oleh seorang dosen yang kenal baik untuk mengikutinya ke
ruangan sebelah yang tadi dimasuki oleh salah satu pelelola makam.
Deretan makam berjajar
beraturan diruang hijau berkeramik bersih. Tidak seperti ‘kuburan’ pada
umumnya. Wangi bunga juga tercium benar. Setelah mengucap salam pada setiap
makan, seorang dosen juga mengajak berdoa lalu mendiskripsikan setiap nama yang
tertera pada nisan. Diantaranya Pangeran Sido
Ing Puro dan Pangeran Sido Ing Pasarean serta istri Pangeran Sido Ing
Kenayan, Ratu Sinuhun yang diyakini sebagai penulis kitab Simbur Cahaya atau
"pengesahan" hukum adat (hukum lisan). Selain itu juga ada makam
anak, cucu hingga cicit bangsawan
Palembang tersebut.
Keluar
dari ruang dengan lebih dari tujuh makam itu, kami pindah ke ruang lain. Salah
seorang dari pengelola makam saya lihat di tempat itu. Bersama dua orang yang
saya pikir pengunjung juga. Selagi sang dosen menjelaskan siapa pengisi dua
makam di ruang itu, saya tetap mengamati pengunjung lain itu, yang salah
satunya berpakaian dinas polisi. Kemudian dengan jelas saya lihat, pengelola
makam menyodorkan bungkusan kain ke temannya polisi itu. Mungkin jimat, pikir
saya.
Habis
‘nyekar’ kami berkumpul di ruang tengah makam yang baru saya ketahui telah
dijadikan sebagai cagar budaya oleh pemerintah Sumatera Selatan. Dua whiteboard besar dipajang memaparkan
silsilah raja Palembang. Tulisannya padat dan terlalu kecil yang itu artinya
begitu kompleksnya silsilah bangsawan itu.
Nurdin,
nama seorang pengelola makam setelah dia memperkenalkan diri saat acara
dimulai, menjelaskan bahwa banyak dari para peziarah yang menyumbang untuk
pengembangan cagar budaya. Diantara mereka bahkan ada yang bernazar untuk
membangun atap atau memberikan keramik dan karpet. Meski pada akhirnya
pembangunan tersebut merusak keaslian kawasan makam yang diatur dalam UU RI no.11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Maka dari itu penyuluhan
hukum diadakan.
Disinggung mengenai peran
pemerintah dalam pelestarian cagar budaya ini, Nurdin dengan lancar menjawab “Pemerintah
mulai peduli pada awal tahun 2008. Sebelumnya memang tidak ada perhatian dari
pemerintah. Setelah awal 2008 baru mereka memberi dana lalu tempat ini dijadikan
cagar budaya.”
Harapan besarnya sekarang
adalah bahwa pelestarian budaya Sumatra Selatan tidak hanya di Sabokingking. Tapi
juga di makam-makam dan situs bersejarah lainnya. Di samping itu, pelestarian cagar
budaya tetap harus memperhatiakan seaslian situs bersejarah. Di tambah lagi
dengan promosi yang baik akan semakin membantu perkembangannya. Salah satunya
adalah dengan kompetisi Blog “Pesona Sumatera Selatan” ini. Semoga berdampak
positif bagi Sumatera Selatan kita tercinta.
0 komentar:
Posting Komentar