Senin, 25 April 2016

Pindah Rumah

Bulan ini kali ketiga saya pindah rumah. Sebelumnya biar saya perjelas, kalau saat ini saya sedang penempuh pendidikan master di Malaysia dan biarkan saya tulis di post lain tentang pendidikan saya nanti. Jadi ceritanya saya ngekos walau disini tidak dikenal kata-kata “ ngekos”. Sebut saja rumah sewa. 
Back to the point, memang tidak ada yang seindah rumah sendiri. Dimulai dengan rumah pertama, saya bersebalahan kamar dengan pasangan yang “katanya” suami istri. Dampaknya untuk sekedar mengambil minum atau masak mie di dapur saya harus pakai jilbab, baju dan celana panjang, not feel free at all. Konyolnya lagi, kasur di kamar itu penuh dengan kepinding, kutu busuk, bangsat, tinggi, atau apalah namanya itu. betul-betul sesuai namanya. Binatang itu sukses buat saya pergi ke klinik dan menghabiskan RM 90 untuk berobat. Anehnya saya masih tidak sadar kalau sedang dikerjai oleh serangga parasit itu. Sampai seminggu berlalu, barulah si kutu nampak didepan mata. Lalu saya pindah.
Dirumah kedua. Besih, tertata rapi dan penghuni kamar lain perempuan semua yang terpenting kasurnya tidak ada kepinding. Kakak penyewa rumah adalah pekerja dari Indonesia yang juga tinggal di rumah itu. Kami sering masak bersama atau pergi makan keluar saat dia off dan saya tidak ada kelas. Sampai suatu ketika, (sok drama), kak Wati pulang ke Indonesia untuk waktu yang agak lama dan penyewa kamar lain juga pergi karena pindah tugas bekerja. Karena tidak mungkin saya membayar sewa rumah itu sendiri, kak Wati mencarikan penyewa baru. 
Datanglah wanita-wanita cantik yang body-nya aduhai. empat orang. Mereka semua pekerja Indonesia, baik, ramah, selalu masak untuk makan mereka dan selalu menawarkan ke saya (nikmatnya makan gratis). Namun tidak ada yang sempurna, Mereka sering membawa lelaki kerumah. Bukan satu laki-laki, tapi dua eh tiga, entahlah, tapi berbeda tiap kalinya. Mereka selalu pergi kerja dimalam hari dan pulang sebelum subuh. Ya mikir bodohnya saja lah ya, kerja macam apa itu. Akhirnya saya putuskan pindah walau masakan kakak-kakak itu selalu mengingatkan pada kampung halaman. Tidak tahan juga kalau tiap malam harus ketakutan. Saya sampai menyimpai gunting di bawah kasur kalau-kalau lelaki itu salah masuk kamar, mendobrak kamar lalu terjadi sesuatu lalu tidak perlu dilanjutkan.
Last, this house. Karena sudah tidak tahan dengan rumah kedua tadi saya tidak banyak pertimbangan untuk rumah ketiga ini yang penting semua adalah pelajar yang niatnya hanya untuk belajar, lurus tidak ada bau-bau lelakinya and I get it. Tapi kembali lagi bahwa tidak ada yang sempurna. Penghuni rumah ini sangat tidak peka (padahal mereka cewek yang selalu menuntut cowok untuk peka, loh) terhadap kebersihan. Hari pertama masuk sudah ngepel seisi rumah (tidak termasuk kamar penghuni lain). Besoknya nyikat WC. Besoknya lagi sikat tempat cuci piring. 
Yasudahlah, ikhlaskan saja. Lumayan tambah-tambah amal ibadah.