Minggu, 13 Maret 2011

Sekarang Mahasiswa

Saya merasa jadi mahasiswa sesungguhnya sejak gabung dengan LPM. Seperti judulnya, Mesra, organisasi ini buat saya makin mesra dengan cara pandang yang beragam, dengan perspektif yang tak hanya semacam, dengan kosa kata gaya mahasiswa yang bergumel seperti gerumulnya garam. Yang tentunya tidak saya temukan dari mahasiswa lain di kampus. Ya di FH Sore. Yang katanya showroom mobil, yang gosipnya ujian dengan soal yang lebih easy dan beberapa hikayat lama -minus pastinya-, yang kabarnya sudah tersohor keseantero universitas. Hha, agak berlebihan ya saya.

Sempat ada penyesalan dalam diri, kenapa tidak saya tolak saja PMP itu dan mencoba ikut SMPTN untuk dapat kampus di Indralaya. Toh, teman-teman juga berpandangan saya mampu lolos. Hhe, nansis.com nih. Apalagi sejak bergabung di LPM Mesra, saya cukup kenal kondisi mahasiswa disana. Ya tidak tahu benar. Tapi dari ucapan dalam kalimat mereka saya jadi tertarik dan ingin tahu lebih banyak. Hmm, ini salah satu alasan saya konsisten di LMP Mesra. Walau begitu saya menganggap keputusan yang kemarin biarlah berlalu, dan jalani saja yang hari ini lalu pandanglah hari esok. Mungkin itu yang membuat saya survive. Lagipula kalau sampai saya mengacuhkan saran orang tua tentang PMP itu kan kualat, belum tentu juga saya tembus. Kalaupun tembus belum tentu juga saya senyaman ini di LPM.

Paragraph diatas buat saya teringat pertama kali masuk ke LPM. Wah rasanya canggung benar -kosa kata saya ngasal ya-. Saat lihat peserta pelatihan, tidak ada yang dikenal. Ya kecuali beberapa anak FHS yang belum terlalu dekat. Teman-teman yang diajak join dan sudah janjian malah mendadak batalakan janji di detik-detik terakhir, tepatnya saat saya sudah tiba di kampus dan beberapa langkah lagi menuju ruang pelatihan. Di pikir-pikir, sayang sekali pulang tangan hampa. Ibaratnya, sudah sampai dimedan perang ya jalani saja. Apapun yang terjadi saya hanya banyak-banyak doa dan berceloteh dalam hati berharap ada malaikat baik menemani didalam nanti. Hasilnya tidak terlalu buruk. Mungkin akibat simpul senyum tulus saya dan tata bahasa yang baik dalam memulai perkenalan, saya tidak jadi sependiam yang terbanyangkan di awal.

Hebatnya saya tidak kena yang namanya “gejala alam” yang banyak melanda peserta lain। Yang awalnya ada 30-an mengikuti pelatihan. Akhirnya yang resmi menjadi anggota hanya belasan orang saja. Di samping itu mahasiswa FHS-nya tidak banyak dan kurang vocal, termasuk saya hhe. Dibeberapa kesempatan saya hanya mampu menjadi pendengar yang baik. Karena boro-boro mau ikut bicara, mengerti tema mereka saja saya kadang telat. Salah satu siasat PDKT saya adalah ikut mengangguk saja. Ngerti nggak ngerti urusan belakang. Yang penting iya-kan dulu -ngaco memang-. Cara lainnya dengan sering nongolin muka. Urusan rapat atau pelatihan dijamin saya nggak pernah absen -seingetnya sih begitu-. Dengan begitu sesama anggota juga bisa saling mengingatkan. Maklumlah, anak baru. Terakhir, saya sempat beberapa kali membawa makanan saat kumpul. Sebenarnya bukan mau sok baik juga sih. Tapi kebetulan juga mama sedang ada acara dan buat banyak makanan, berbagi apa salahnya. Alhasil anggota yang lain nagih risol setiap lihat muka saya, hehe. Nggak masalah itu, cincai urusannya. Nanti tak bawain lagi.


0 komentar:

Posting Komentar